Tuesday, July 12, 2011

Sunday, July 10, 2011

Tweets

For all human resource managers that put "Not Married" and "Not more than 28 years old" in their vacancy requirements:

Y.O.U A.L.L W.I.L.L B.E S.O.R.R.Y

very much!!!



Can we sue them? Any law involve in that case? Grrrhhh!!!!

Tuesday, June 21, 2011

Way to go, 'Na

I think i had another posts with same title, but who cares!

Thank God, I've passed the thesis examination. I really thankful for that. Finally i can move on to the next plan, looking for a job. I have no idea how long i will take for that, but i guess i'm still the same picky person. So it may take some times. Meanwhile, still busy busy with graduation day thing, looking for a house, etc etc.
Way to go, 'Na, still looonnngggg...

(Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap. QS Al Insyirah: 5-8)

Wednesday, June 08, 2011

What's in my mind

It's been a while since my last posts. I've been stucked with several things. Thesis, house survey, KPR survey, vacancy survey, etc etc. There are so many things that i have to pursue this year. Pushing myself to my limit, but i don't care. As long as the job's done.
Ok, enough mumbling. Back to work!

Saturday, May 14, 2011

Menikah dengan orang yang dicintai

Pindahan dari http://ratugalak.wordpress.com/. Balikin ke sini karena blogspot dah gak error.

This was actually the story of my best friend. Anak perempuan tertua di keluarga, umur hampir kepala tiga, dan masih jomblo. Meski kadang saya ‘gak ngerti kenapa cowok-cowok pada buta dan membiarken cewek almost perfect kaya dia menjomblo. Singkat cerita, ibunda teman saya ini beserta kroninya (maksudnya om tante pakde bude bahkan para sepupu) langsung bersiasat mencarikan jodoh buat teman saya. Mulai dari duda kaya beranak dua, duda tanpa anak, jomblo seumuran, sampe jomblo di bawah umur, semua ditawarin. Temen saya ini sampai kehabisan akal gimana caranya menolak, soalnya semua anggota keluarga berkomplot, padahal yang ditawarkan itu spesies yang ajaib-ajaib. Segitu hopeless-kah dia?!?! Kalau ditolak, kadang-kadang dibalas dengan pribasa Jawa yang intinya cinta itu nanti toh bisa hadir juga kalau sering sama-sama, sudah terbiasa. Begitulah.

Sampai suatu hari, teman saya ini berkesempatan mampir ke Jogja dan menginap di rumah saya. Lama gak ketemu apalagi tidur bareng (ups), buanyak banget yang kita ceritakan satu sama lain. Dia bercerita tentang kehidupan sehari-harinya, keruwetan pekerjaannya, dan tentu saja dilema yang dia hadapi akan permintaan sang mama. Sementara saya, yah gak jauh-jauh ceritanya tentang kehidupan perkuliahan dan perkawinan saya.

Beberapa hari setelah dia kembali ke Jakarta, kami chatting. Dia bercerita bahwa sekarang keluarganya sudah berhenti berperan sebagai biro jodoh. Wow. Apa rahasianya? Ternyata, sesudah kunjungannya ke Jogja, dia bercerita pada mamanya.

“Mam, di Jogja kemarin, pertama kalinya aku bisa ngeliat Rina bareng sama mas Tunggul sesudah mereka nikah. Biasanya kan kalau pulang ke Jakarta ketemuan sama aku, Rina selalu sendiri. Aku bisa liat, Rina tuh bahagia banget sama mas Tunggul dan sebaliknya, itu tuh keliatan banget. Tapi waktu aku cerita-cerita sama Rina, kehidupan perkawinannya juga bukannya gak ada masalah. Kadang ada berantem-berantem kecil, masalah-masalah yang mungkin sepele, mungkin juga prinsipil. Mami sama Papi juga dulu pasti pernah gitu kan, namanya juga menyatukan dua kepala. Tapi karena mereka saling cinta, hal-hal seperti itu akhirnya bisa diatasi. Karena ada hal yang bisa dipertahankan. Aku tuh pengennya kaya gitu, Mi. Coba kalau sudah nikahnya gak karena cinta, terus berantem-berantem, ada masalah. Belum punya anak juga. Apa lagi yang menguatkan untuk tetap bertahan? Sama kaya Mami, aku juga maunya nikah itu sekali, sampai maut yang memisahkan.”

Dan begitulah. Sang ibunda berhenti mengenalkan bermacam-macam spesies cowok ke temen saya.

(With a little bit adjustment, based on her story)

Tentang saya, kebutaan saya akan arah, dan kesotoyan saya

Pindahan dari http://ratugalak.wordpress.com/. Akhirnya blogspot sembuh juga.

Saya ini buta arah, tapi saya gak mau mengakui kebutaan saya akan arah tersebut *blushing*. Alhasil, saya, dan kasihannya orang-orang sekitar menjadi keblondrok akan kebutaan saya ini.

Tinjau sampel 1:

Saya baru sebulan di Semarang. Belum banyak jalan-jalan dan rute angkot yang saya tahu. Tapi kalau cuma jalan dan rute angkot dari kost ke Simpang Lima mah saya sudah khatam, yakin gak salah. Saya tau mesti naik angkot yang mana, turun di mana, terus ganti angkot yang mana lagi buat ke simpang 5 (FYI, kalo naik angkot, dari Tembalang ke simpang 5 itu naiknya 3 macam angkot. Alternatif lain, naik angkot ke ngesrep sekali, trus naik bis).

Nah, ceritanya, saya janjian sama temen-temen mu nonton di mall Simpang 5. Kebetulan saya berangkat sendirian dari kost saya di Tembalang. Dari Tembalang naik angkot ke Ngesrep. Selamat. Terus dari Ngesrep naik angkot ke … Nah ini, nama tempatnya saya lupa, pokoknya kalo di tempat itu angkot pasti berhenti dan saya pasti inget kalo ngeliat tempatnya. Pokoknya ada ng ng ng gitu. Saya naik angkot dari Ngesrep, turun di tempat yang ng ng ng tadi. Selamat. 100% yakin turun di tempat yang tepat, tinggal nunggu angkot yang ke Citraland Simpang 5.

Pas lagi nunggu, salah satu teman saya nelepon. Nanya saya ada di mana. Temen saya ini asli Semarang. Dia sebenarnya dah nawarin untuk jemput saya dari Tembalang karena takut saya nyasar. Tapi sayanya nolak dengan alasan ogah ngerepotin. Dasar saya sotoy, males nanya juga, dengan pede saya jawab, “Lagi di Mangkang. Tunggu aja, tinggal sekali lagi naik angkot. 10 menitan nyampe”. Teman saya: $#%&@*&%$ (Panik). FYI, Mangkang dan tempat gue berdiri itu ada di dua penjuru yang berbeda dari Simpang Lima. Dan kalau saya dari Tembalang ada di Mangkang mau ke Simpang Lima, itu sudah jelas saya nyasar, jauuuhhh. Kurang dari sepuluh menit, saya nongol di tempat janjian. Teman saya langsung melukin saya. Belakangan baru saya tau, kalau tempat saya nunggu angkot tadi tuh namanya Bangkong (semoga ini nama yang bener).

Sampel 2:

Saya dan keluarga main ke negeri seberang. Rencananya mau backpackeran, ‘gak ikut tur travel seperti biasa. Rencananya, mau jalan kaki dari Kampung Melayu or Kampong Glam (bukan yang di Jakarta loh) terus ke Chinatown. Kalau liat dari peta (belum kenal android dan google map), cuma 1 kiloan aja. Paling 15-20 menit. Cincai lah, sambil cuci mata juga.

Perjalanan pun dimulai. Masing-masing orang udah pegang botol minum buat jaga-jaga kehausan. Saya didaulat jadi penunjuk arah (lebih tepatnya mendaulat diri) dan memegang peta. Pas perempatan pertama, untuk jaga-jaga jangan nyasar, saya nanya orang. Ternyata arah yang ditunjukkan sesuai dengan hasil penangkapan saya pada peta. Saya pun pede. Jago juga saya baca peta, pikir saya. Perempatan kedua, kembali nanya, dan lagi-lagi tepat. Masih gak nyasar. Perempatan selanjutnya, saya gak nanya, karena sudah pede. Sampai ke perempatan berikutnya dan berikutnya dan berikutnya lagi (lupa ada berapa). 20 menit kemudian dari awal perjalanan, Adik saya bersuara. “Kakak, kok kita balik lagi ke jalan yang tadi?”

Sampel 3:

Saya mau ke Pacitan dari Jogja sama hunny. Hunny nyetir, saya disuruh baca peta lewat google mapnya android. Awalnya saya bingung, tapi setelah memutar-mutar handset tersebut, saya ngerti juga cara baca petanya gimana. Pas di perempatan, hunny nanya beloknya kemana. Saya dengan pede menjawab kanan sementara tangan saya menunjuk ke kiri. Hunny pun belok ke kiri. (dia sudah paham kalau saya bilang belok kanan itu berarti harus ke kiri. Otak sama mulut suka gak sinkron, hehehe).

Sampel 4:

Kalau yang ini, si hunny nih yang sotoy. Ceritanya dia bangga sekali dengan google map androidnya kami sukses travelling ke Pacitan tanpa nyasar. Pada kesempatan yang lain, saat pulang ke Jogja dari Semarang, kami sempat tertahan di Jumoyo, Magelang karena banjir lahar dingin. Akibat jembatan ambles, kita gak bisa lagi lewat jalan biasa sampai harus memutar lewat Purworejo. Hunny ogah, alasannya super jauh. Berbekal handset android, kita puter2 nyari jalan alternatif. Walau sebenarnya gak menghemat waktu juga (kalau lewat Purworejo pasti jatohnya sama aja, malah mungkin bisa lebih cepet).

Singkat cerita, sampailah kita di Wates (semoga saya gak salah, emang beneran Wates kan hun?). Dari rumah kita di Jogja, itu sudah deket banget, paling sejam gak nyampe. Mengingat 4 jam lebih waktu yang sudah kita lalui dari Magelang ke Jogja. Tapi dasar hunny, semangat sok petualangnya gak abis-abis. Disuruhlah saya cari jalan alternatif via Android. Pikirnya, kalau jalan ini, semua orang juga lewat sini, rame juga. Cari yang beda gitu dong. Saya pusing, hunny utak-atik sendiri mapnya. Sampai ketemu jalan yang dia mau, saya cuma tinggal bilang belok kanan kirinya aja. Sambil sesekali kalau saya bingung, saya balikin tuh handset, biar dia nerjemahin sendiri.

Kita ikutin jalan berdasarkan petunjuk mbah Google Maps. Gak ada tanda-tanda kita nyasar. Semua nama jalan yang kita lalui cocok sama wangsit si Mbah. Dan sampailah kita di jembatan yang menurut mbah Google, selepas jembatan tinggal luruuus, sekali belok, nyampe jalan raya utama Jogja (maksudnya udah gak di Wates lagi). Ternyata oh ternyata, jembatan yang dimaksud adalah jembatan gantung, yang emang sih muat buat dua motor (itu pun kayanya sambil goyang-goyang), dan saya yakin kalau ada mobil berani lewat situ pasti terjun bebas ke sungai dengan sukses. Mana waktu itu aliran air lagi deras-derasnya. Kita pandang-pandangan, hunny akhirnya puter balik. And it was a dead road, kita mesti balik lagi jauuuuuuhhhhh ke jalan utama semula, dan menempuh jalan selayaknya pengendara lainnya ke Jogja.

Moral of the story is: Google Maps gak pernah salah. Kita aja yang terlalu lugu bahwa jalan yang ditampilkan di Google itu muat dan layak buat mobil lewat. Tapi hunny tetep aja ngebelain si Mbah. Dia bilang, salah saya karena nggak nge-zoom. Bah! Yang megang HP siapa pulak!

Thursday, May 12, 2011

Plan your financial!

Di twitter lagi rame tentang financial planner, split roles, dan hal-hal serupa.
Sekarang ini, uang sudah seperti gak ada harganya lagi, pegang 100 ribu habis, pegang 100 juta juga bisa habis. Gaji berapa aja gak pernah cukup, malah rasanya kuraaanggg terusss.

Waktu awal saya resign dan memutuskan kuliah dulu, semua orang pada heboh. Komentarnya kurang lebih sama, wah calon suaminya pasti super kaya. Jadi gak usah takut kekurangan.

Salah besar! Saya berani memutuskan seperti itu, tentu saja dari awal sudah saya hitung-hitung, dan tanpa memasukkan gaji suami dalam perhitungan saya. Kuncinya adalah disiplin. Gaji berapa saja, bonus berapa banyak, pengeluaran harus tetap sama. Jadi dari awal, sudah saya batasi, maksimal pengeluaran per bulan adalah sekian, sisanya masuk tabungan. Kalau kebetulan dapat rejeki nomplok, bonus lebih besar dari biasanya, berarti tabungan saya yang nambah, bukan pengeluaran yang nambah.
Namanya cewek, kadang gelap mata juga liat barang bagus. Nah, kalau ini terjadi, biasanya saya anggap sebagai 'hutang'. Jadi pengeluaran bulan berikutnya, harus saya kurangi, sampai 'hutang' tersebut ketutup.

Waktu nikah juga sama. Dari awal saya bilang sama suami saya, pengeluaran wajar per bulan itu segini. Dana darurat butuh segini. Tabungan minimal segini. Uang yang saya terima dari ngekost-in segini. Jadi kekurangannya segini. Tar kalau mau nambahin terserah. Transparan banget. Kaya semacam proposal lah, tapi gak resmi, coret-coretan aja. Saya juga tau besar gaji suami saya, jadi saya bisa kira-kira sendiri apakah 'proposal' yang saya ajukan masih wajar atau gak, bikin dia jatuh miskin apa gak, hehehe :).
Tugas saya, memastikan pengeluaran kita gak di luar apa yang sudah ditentukan dari awal. Suami aja sampai heran, waktu belum nikah dulu, gajian berapapun, uangnya pasti habis. Uang tabungan dia segitu-segitu aja gak nambah-nambah. Padahal waktu awal nikah, gajinya ya sama aja sama jaman dia bujangan. Waktu nikah, meski teorinya semakin banyak pengeluaran, malah bisa nabung.

Saya berusaha meng-cover sendiri untuk non-daily needed. Belanja baju misalnya, atau sekedar beli film atau novel. Kalau kebetulan jalan sama suami, kadang dia berbaik hati bayarin. Kadang juga saya yang bayarin kalau pas beli buku bareng-bareng. Asyik-asyik aja, toh masing-masing punya simpanan sendiri. Selama tabungan bersama atau dana operasional gak dikutak-katik, biar gak mencla mencle penggunaannya. Kecuali kalau ke supermarket bareng buat belanja bulanan, ini 100% tanggung jawab saya, kan sudah ada posnya.

Gak gampang untuk menghadapi godaan menggunakan uang tabungan. Trik saya, jangan bikin ATM untuk tabungan dana darurat. Jadi gak gampang kegoda untuk main narik-narik sembarangan. Terus tagihan kartu kredit selalu dibayar lunas, supaya terhindar dari kewajiban bayar bunga.

Menjadi disiplin bukan berarti bikin kita lebih miskin. Gak perlu kok sampai hemat yang super ekstrim gitu. Yang penting, saat perancangannya, dihitung secara wajar. Gak usah terlalu hemat tapi juga gak berlebihan. Kalau ini bisa dilaksanakan, percaya deh, senyum-senyum liat saldo tabungan gak cuma pas awal bulan abis gajian, tapi kapan saja.

Disiplin bukan cuma dari sang istri mengelola uang. Tapi juga dari suami waktu abis gajian. Setor tepat waktu, minimal seperti yang sudah disepakati. Para suami jangan berpikir kalau istri cuma ngabisin gaji suami aja. Malah, secara gak langsung, istri sudah membantu suami mengelola dan menabung uang gajinya.

Do it now. Plan your expenses. Kalaupun anda adalah impulsive buyer seperti saya, paling enggak harus mengerti bahwa konsekuensinya akan dirasa pada bulan-bulan berikutnya, hehehe.

Dare to dream: I'm a believer!

Secara tidak sengaja, kemarin saya melihat wawancara Agnes Monica di televisi. Topiknya mengenai kiat sukses Agnes sampai bisa menembus pasar musik internasional. Kuncinya: Dream, Believe, Make it Happen!
Yang membuat saya kaget ada statementnya yang intinya seperti ini, beranilah bermimpi super tinggi, set the sky as your goal. Sebab kala kita berusaha mewujudkan mimpi itu, dan kita belum berhasil mencapai goal tersebut, at least kita tidak pada stage yang terpuruk.
Bingung? Ok, mudahnya gini. Dalam ujian matematika misalnya, kalau goal kita mencapai nilai 10, kita pasti berusaha keras untuk mencapai nilai 10, belajar, berdoa. Ingat, kuncinya di sini, make it happen. Kalau cuma set goal tinggi, tapi gak ada usaha mewujudkannya, ya sama aja boong. Back to nilai 10 tadi, kalau ternyata kita belum berhasil mewujudkannya, paling gak kita akan dapat nilai 9 atau 8. Nah, kalau goal kita cuma sekedar, yang penting nilainya gak merah atau di atas 6, usaha kita juga ala kadarnya aja, akhirnya dapat nilai 7 pun sudah puas.
So, my only words when i hear that statement are: "That's exactly my mind set". Kaget juga saya karena cara berpikir seperti itu juga yang dari dulu saya anut.
Terlalu agresif? I don't care. This is for my better future. Ada kalanya saya jatuh, gagal, tapi dengan cara berpikir seperti itu, kegagalan saya tidak akan menjadi terlalu parah. Toh, juga saya tidak merugikan orang lain dengan cara saya menjalani hidup seperti ini. Saya gak pernah nyikut orang dengan cara yang unfair untuk mewujudkan mimpi saya. Paling cuma hunny yang geleng-geleng kepala dengan keluhan-keluhan saya kala saya gagal mencapai goal jangka super pendek saya.
Yes, i'm a dreamer, i'm a believer, and i'm on my way to make it happen. Saya bercerita pada orang-orang terdekat untuk membuatnya lebih visible. Sekaligus agar ia juga membantu mengingatkan kala jalan yang saya pilih mulai melenceng dari mimpi saya. Cuma satu yang kadang sulit sekali saya lawan: godaan dari diri sendiri. Should learn more to be more persistence.

The art of doing nothing

Ask me how, and i can easily tell you the recipe
Don't think, just do it
Wake up, pray, eat, watch movie, read
Don't think, just do it
I am the master of the art of doing nothing*


*: super nggak produktif :(

Tuesday, May 03, 2011

Big News

Alhamdulillah. Akhirnya setelah perjuangan panjang dan air mata darah (lebay.com), saya berhasil keluar sebagai pemenang satu dalam You!Competition, kompetisi public speaking internal MMUGM. And the great news is...., saya diberikan kesempatan untuk menulis testimoni dan akan diterbitkan pada buku terbaru Bapak Charles Bonar Sirait, yang saat Grand Final You!Competition bertindak sebagai juri bersama dengan Bapak Krishna Murti. Siapa yang gak kenal CBS? Public speaker handal dan terkenal di Indonesia yang juga pernah berprofesi sebagai artis dan manajer di Bank Permata. Woooowwwww!!!!!!!
Bukunya akan terbit bulan Juli 2011. Semua jangan lupa mark di agenda masing-masing ya. Kapan lagi liat tulisan saya tercetak di buku komersil, walaupun barus sekedar numpang di buku orang.
It will be my own writing in my own book, someday :)

Sunday, May 01, 2011

Believe

Ada suatu hal yang sejak dulu saya percaya
Bahwa hasil pasti berbanding lurus dengan kerja keras
Kalau saya belajar asal-asalan waktu ujian, hasilnya pasti gak sempurna
Kalau saya gak berlatih sebelum lomba, pasti gak bisa jadi juara
Kalau saya mudah menyerah, pasti tidak akan mendapatkan cinta
Dan sebagainya dan sebagainya

Ada kalanya saya merasa hidup tidak adil
Bahwa saya seharusnya mendapatkan lebih untuk apa yang sudah saya lakukan
Tapi, ada masanya saya mendapat lebih dari apa yang saya harapkan
Jadi, ya saya anggap balance saja
Impas

Seperti pasangan misalnya, saya selalu bilang ke pasangan saya
"Like husband, like wife, vice versa"
Kalau saya males, ya jangan berharap bisa dapet suami rajin
Kalau saya bangunnya siang, mimpi aja dapet suami yang pagi2 sudah beraktivitas
Kalau saya kemproh, suami saya juga ya sama
Mungkin caranya saja yang berbeda
(aib rumah tangga, jangan disebarluaskan ;p)

So, it's all depend on you
Mau dibawa kemana hidupmu
Bahagia, sedih, sukses, gagal, semua kita yang tentukan
Walau tetap saja, kuasa Allah di atas segalanya
Namun satu hal yang saya juga percaya
Kalau usaha kita maksimal, kalaupun gagal, hasilnya tidak akan separah kala kita tidak berusaha
Set the highest goal, and do the max
And when you fall, it won't be the worst level

Moving on..

Seingat saya, sejak saya lulus SMA, saya mulai hidup secara nomaden.
Memang tidak terlalu ekstrem yang setiap hari berpindah-pindah, tetapi lebih ke hitungan tahun.
Lulus SMA, saya ke Semarang untuk kuliah S1, kurang lebih empat tahun.
Setelah lulus kuliah, kembali ke Jakarta sambil mencari kerja.
Beberapa bulan setelahnya, pindah ke Balikpapan, untuk bekerja.
Tiga tahun lebih kemudian, pindah ke Libya, namun hanya bertahan beberapa bulan.
Selanjutnya kembali lagi ke Jakarta, untuk persiapan nikah.
Lalu, menuju Jogjakarta untuk kuliah S2
Sekarang, halaman browsing saya dipenuhi dengan iklan rumah di Semarang.
Siap-siap pindah lagi sebelum akhir tahun ini (Aamiin)

Ps: Silakan yang mau jual rumah di daerah Semarang atas, boleh PM ya, yang pasti budget saya terbatas :)

Wednesday, April 13, 2011

Communication Skill

Saya ini, emang ancur banget ya communication skill-nya. Paling ga bisa persuade orang, atau make people impress. Si Hunny aja dulu, sampe khawatir mengenai masalah ini. Dia bilang, maksud yang baik, kadang-kadang malah salah ditangkap kalau cara penyampaiannya kurang baik. Nah, ini nih yang betul-betul harus dipoles dalam diri saya.

Kayanya gak terhitung saya menyinggung orang, langsung ataupun gak langsung, karena communication skill saya yang buruk. But to keep quite, it's really not me. Saya gak bisa kalau cuma diem aja padahal dalam hati ingin mengungkapkan sesuatu. Kadang-kadang kalau seseorang berkata sesuatu yang saya kurang sependapat, saya gak bisa diem aja. Saya akan langsung mengkonfrontir orang tersebut. Masalahnya, saya belum bisa melakukannya in ellegant way. Jadi yang ada orang tersebut tersinggung.

Beberapa orang yang sangat terbuka, biasanya akan santai saja dengan sikap saya yang tonjok langsung tanpa basa-basi ini. Tapi masalahnya, lebih banyak lagi, terutama orang-orang sebangsa dan mrasa lebih tinggi baik dalam hal umur, pengalaman, atau derajat daripada saya, yang tidak bisa menerima. Kalau saya, we can have a loooong and hooooot fight, but just for that time. Sesudahnya ya baik lagi.

Kehidupan rumah tangga saya juga seperti itu. Kalau saya kesel sama hunny, saya akan manyun, terus marah-marah sama dia, bilang saya gak sukanya di mana. Kadang kala kalau tidur dan masih kesel saya balik badan, tapi besoknya ya sudah baik lagi. Hunny sih cenderung lebih sabar daripada saya, jadi dia biasanya gak langsung marah-marah kaya saya. Tapi kalau nada suaranya sudah mulai tinggi atau kening sudah mulai berkerut, langsung deh saya menyadari dan mengeluarkan kalimat sakti, "Maaf ya, Hun.." sambil senyum dan kecup kanan kiri, hehehe.

Sayangnya, some people can not accept that way. Dan saya gak mungkin memaksa orang itu untuk menerima. Jadi saya berusaha untuk toleransi. Sayangnya juga, beberapa orang gak mau mengenal kata ini. Jadi lama-lama saya kehilangan kesabaran, and.., voila, the real me is back!

Jadiiiiii.........., ada yang mau nolong saya menyelesaikan masalah ini?

Nice

I feel so happy today
I just can't stop smiling
Too many good things happened today
I hope this happiness will last sooooooo long
Thank you God, i really love You

Tuesday, April 12, 2011

Life and all the choices

Saya baru saja dihadapkan pada pilihan sulit. Dan seperti biasa, menilik watak saya, saya memilih yang sesuai dengan kata hati saya. Walaupun ke depannya belum tau akan berefek seperti apa. Yang pasti, dalam pikiran saya, apa yang saya pilih itu yang lebih baik. (semoga Allah meridhai, Aamiin).

Saya jadi teringat, orang-orang berkata bahwa hidup adalah pilihan. Mau menjalani seperti apa, itu semua adalah pilihan. Kadang kala kita takut untuk memilih, membuat keputusan, karena takut pilihan kita adalah salah. Hal itu seringkali terjadi pada saya. Ada kalanya saya sedikit menyesal dengan pilihan yang saya buat, namun itu hanya sekejap. Bagaimanapun rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau. Dan saya percaya, kalaupun pilihan yang saya buat salah, selalu ada kesempatan bagi saya memperbaikinya.

So, everyone knows, life must go on. Apapun yang terjadi besok, keputusan sudah saya ambil, dan sudah tidak dapat ditarik kembali. Kalaupun bisa, saya tidak mau. Saya harus jalan terus, menjalani pilihan-pilihan saya. Saya akan lebih menyesal lagi kalau keputusan ini tidak saya ambil dan saya akan terus menyalahkan orang lain kalau terjadi sesuatu nantinya.

Friday, April 08, 2011

Saya ituh

Saya ini aneh..

Ga pengen tas-tas atau dompet-dompet branded
Bukan, bukan karena gak mampu, emang gak pengen
Tas dan dompet saya dari dulu modelnya sama, merk hampir sama, usianya bisa menahun

Ga pengen sepatu-sepatu high heels
Karena gak bisa pakenya dan daripada nanti malah menyaingi tinggi suami :)
Ga bisa lari-lari pecicilan juga nantinya malah ribet

Suka beli baju
Tapi karena males nyuci dan emang suka aja liat modelnya
Mahal dikit gapapa tapi tahan lama
Mahal definisi saya juga kayanya masih wajar aja

Paling suka travelling
Walau cuma ke kota tetangga, propinsi tetangga, atau negara tetangga, can do lah
Klo travelling gak mau susah, cari yang paling nyaman sekalian
Mu liburan kok malah nyusahin diri
Tapi tetep, masih sesuai budget kok, asal masuk di kategori 'nyaman' saya

Suka gampang bosen
Tapi anehnya tahan nonton korea berjam-jam berhari-hari gak beraktivitas
Tahan juga di rumah sekedar menguasai the art of doing nothing
Sekali saya mengeluh bosen, kasih saya kasur empuk, film ma buku bagus setumpuk, musik
Voila, mood saya back to normal lagi
Those are the stuff that i couldn't being stopped while shopping

Is it too easy to be me?

Wednesday, March 30, 2011

Curhat narcist

I am hardworker, adaptable, independent, very fast learner, eager to learn new things, outspoken, willing to do extra work for extraordinary result, able to work in team or individually, having no problems in managing teams, having (almost) excellent academic backgrounds and track records, able to speak English well plus little understanding in Spanish and France, having several years experiences working in very high pressure and competitive area, and having little talent in here and there.

Unfortunately,
I am about 28 years old, married, not willing to be placed in remote area, not willing to work in the field (except for once or twice), prefer to work in Semarang (if possible), and prefer to have normal life.

But,
I have no problem getting fresh graduate salary for master degree (of course with little adjustment ;p), and I believe i can do things better compare to the youngers (time has proofed).

Should i put like that in my curriculum vitae?
Hey you, company's HRers do you have any problem with that?
Why should those administrative things become matters?!?!?!

Monday, March 28, 2011

Tentang Gedung DPR

Baru saja, nonton berita di salah satu stasiun TV swasta, mengenai pembangunan gedung baru DPR. Issue ini pernah muncul pada tahun 2010 yang lalu, kalau saya tidak salah, namun akhirnya ditunda. Entah karena mereka wise enough untuk mendengarkan suara rakyat, orang yang seharusnya diwakilkan, atau hanya sekedar taktik. Nyatanya sekarang, toh issue ini muncul lagi ke permukaan.

Saya jadi teringat dengan salah satu topik mata kuliah saya tentang Responsibility Center. Intinya adalah, perusahaan harus menset divisinya menjadi responsibility center sesuai dengan objective dan performance evaluation yang akan diterapkan terhadap mereka. Pembagiannya dapat menjadi profit center, cost center ataupun investment center. Kalau kita ibaratkan Indonesia adalah sebuah perusahaan, kita bisa ibaratkan DPR sebagai salah satu divisinya. DPR jelas tidak bisa menghasilkan Rp bagi Indonesia, maka layak sekiranya kita masukkan sebagai cost center. Dimana sebagai cost center (discretionary cost center), divisi akan diberikan anggaran maksimal pengeluaran, dan anggaran tersebut akan menjadi salah satu acuan evaluasi performa. Jadi, andaikata realisasi pengeluarannya lebih banyak dari yang dianggarkan, berarti objective tidak tercapai dan divisi akan dapat rapot merah yang tentu berdampak pada reward dan punishment.

Andaikata kita terapkan DPR sebagai cost center, yang saya kira sudah berlaku, karena sudah dianggarkan oleh APBN, berarti akan ada batasan maksimal untuk pengeluaran DPR. Sayangnya, kebijakan anggaran di Indonesia kelihatannya sangat flexible. Anggaran terus direvisi sesuai keinginan anggota dewan. Padahal jika di perusahaan, kecuali terjadi situasi extreme misal inflasi melonjak berkali-kali lipat, kemungkinan revisi anggaran adalah kecil hingga tahun anggaran itu lewat. Revisi pun harus berdasarkan persetujuan top manager. Sayangnya lagi, sistem di Indonesia mengatakan bahwa APBN itu atas persetujuan DPR. Nah, disinilah conflict itu bisa terjadi.

Sekarang kalau kita lihat urgensi pembangunan gedung itu, dengan alasan kemiringan gedung DPR. Kalau saya yang jadi pemerintah, uang 1 T itu akan saya prioritaskan untuk perbaikan infrastruktur seperti misalnya jalan raya, atau mempercepat pembangunan monorail, dsb yang jelas lebih urgent dan lebih terkait dengan masyarakat umum. Saya rasa pemerintah bisa saja mengutus orang-orang kompeten untuk melakukan penelitian mengenai kemiringan gedung dan urgensi perbaikannya. Jangan diberikan pada orang dalam, untuk menghindari hal-hal yang tidak diiinginkan.

Satu lagi yang sebenarnya agak menggelitik bagi saya, DPR sangat mengharapkan adanya gedung baru karena katanya gedung yang sekarang juga sudah overcapacity. Padahal kalau kita ingat beberapa waktu yang lalu pernah ada berita seringnya DPR itu bolos rapat. Otomatis, ruangannya berarti kosong. Sekarang apa masih bisa kita katakan over capacity? Itu hanya masalah taktik saja saya rasa, bagaimana caranya memanfaatkan resources yang ada. Beberapa perusahaan multinasional bahkan memiliki kantor yang berkapasitas lebih kecil dari total karyawannya dan mereka memiliki program working from home yang merupakan win win solution bagi keduanya. Tentu saja karyawan perusahaan tersebut sangat disiplin dalam artian they will do their jobs done, bukan memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi.

Saya pernah membaca, kedepannya nanti satu orang anggota DPR akan memiliki lebih dari satu staf ahli. Kenapa harus per orang? Apa tidak mungkin ditugaskan saja untuk satu divisi staf ahli itu ditugaskan. Atau lebih masuk akal lagi, apa angggota DPR yang ada tidak bisa menjadi staf ahli bagi diri mereka sendiri. Ini yang mungkin harus dipertimbangkan ke depannya. Anggota DPR tidak hanya harus pintar berbicara, tapi bisa action, dan juga harus cerdas di bidangnya. Sehingga ke depannya fungsi staf ahli ini tidak lagi terlalu penting atau material. Ingat, mereka digaji mahal, bukan untuk memanfaatkan fasilitas saja, tapi untuk mencurahkan pikiran dan tenaga mereka untuk Indonesia yang lebih baik. Bukan untuk mencari BEP atas modal kampanye.


Terakhir, saya lagi-lagi tertawa melihat rusuhnya sidang DPR dimana seluruh anggota sidang dengan tidak tertibnya maju ke depan, mengacung-acungkan jari ke ketua sidang, berteriak-teriak, dsb. Sungguh mengingatkan saya dengan kerusuhan suporter bola atau kala mereka protes pada wasit. Atau kala orang-orang melakukan demonstrasi terhadap kebijakan DPR. Jadi, saya kira, DPR jangan berkomentar mengenai hal ini, mengenai sportifitas suporter olahraga atau kala mereka didemo. Rakyat hanya meniru, melihat yang Anda lakukan kala sidang. Saya ingat beberapa anggota DPR pernah studi banding ke luar negeri untuk belajar etika. Pertanyaan sekarang, apakah sudah ada perubahan?

Thursday, March 24, 2011

Ironic

Maling ayam sama koruptor hukumannya sama

Kalau misalnya harga ayam satu ekor seratus ribu, denda maling ayam bisa Rp 150 ribu
Koruptor yang korupsi 10 Miliar, dendanya paling 1 Miliar

Maling ayam mana mungkin bisa nyogok sipir penjara buat dapat kamar mewah atau keluar masuk, wong duitnya habis buat bayar denda
Koruptor jelas masih sangat mampu dapat kamar mewah di LP, keluar masuk, kan sisa dana korupsinya masih banyak. Belum lagi yang gak ketauan.

Maling ayam sebelum ditangkap digebukin dulu sampai babak belur sama warga sekampung.

Ironis, kan? Gak heran koruptor makin tumbuh dan berkembang di negeri kita ini.

Hard decision

They said a good manager should be able to take decision, even the hardest decision. Ada kalanya keputusan yang kita ambil berdampak sangat positif namun ada kalanya keputusan itu diambil di masa sangat sulit layaknya buah simalakama. Apapun itu, selalu ada seseorang yang harus berani duduk di kursi panas dan melakukan tugas berat itu.

Sri Mulyani adalah contoh yang nyata. Mantan Menteri Keuangan RI ini pernah berada pada posisi terjepit saat akhirnya mengambil keputusan mem-bail out Century pada 2008 lalu. Jika Century tidak diselamatkan saat itu, ada kemungkinan terjadi krisis seperti tahun 1997 dahulu. Boleh-boleh saja para pejabat yang terhormat di DPR berkoar-koar mengatakan buktinya tidak terjadi krisis seperti yang ditakuti. Namun harus diingat, tidak ada akibat tanpa sebab. Hal tersebut adalah akibat dan sebabnya adalah karena Century sudah di selamatkan, sehingga tidak berefek ke bank lainnya.

Konsekuensinya sungguh berat bagi beliau. Beliau terdepak dari jabatannya sebagai MenKeu yang padahal she did it very well in that position. Inflasi turun sangat rendah (bagaimana dengan sekarang ini dengan Menteri yang lain? You just dream!). Apa beliau korupsi atau mengambil keuntungan dari posisi beliau saat itu? Saya kira tidak. Itu hanyalah suatu kebijakan, keputusan, yang memang kala itu situasinya sangat sulit.

Bedakan dengan para koruptor di Indonesia. Beberapa menteri atau pejabat atau birokrat Indonesia pernah terlibat kasus ini. Itu juga suatu bentuk keputusan. But, they took advantage in those situation. There is a significant different.

Saya teringat salah satu topik kuliah saya mengenai penilaian investasi pada perusahaan misalnya saat membeli mesin baru. Adalah hal lumrah, bahwa pada tahun-tahun awal, CFnya bernilai negatif. Bagi income perusahaan mungkin juga akan terlihat berkurang karena depresiasi yang besar. Namun kalau kita lihat di msa datang, pembelian mesin ini mungkin akan menaikkan efisiensi pada perusahaan sehingga production cost berkurang dan operating income menjadi lebih besar. Terutama kalau pada saat pembelian mesin murni 100% untuk perusahaan dan manajer sama sekali tidak mengambil keuntungan pribadi (contoh: kongkalikong dengan supplier).

Ini yang saya rasa kadang negara ini lupa. Ada kalanya keputusan itu efeknya tidak kita rasakan secara instan tetapi di masa datang. Kalau para BOD atau pemegang saham di perusahaan tersebut hanya melihat short term, investasi pembelian mesin tidak akan pernah terjadi dan perusahaan akan terus ketinggalan secara teknologi hingga tidak mampu lagi bersaing dengan kompetitornya. Selama keputusan yang diambil bukan atas pertimbangan kepentingan pribadi dan mengikuti prosedur yang berlaku, saya rasa itu wajar.

It is not easy to take decision, sometimes. Saya harap Anda dapat mengerti.

Tuesday, March 22, 2011

Konflik Libya

Saya dulu pernah bertugas di Libya. 'Gak lama sih, saya hanya bertahan beberapa bulan saja. Masalah kenapanya silakan cek postingan lama saya.

Pertama kali ke sana, saya terus terang gak banyak cek tentang pemerintahannya. Karena saya akan ditempatkan di dessert jadi pikir saya gak begitu penting deh bagaimana situasi kotanya. Namun ada beberapa hal yang saya ingat dari pengalaman saya yang singkat di sana:

- Parkirnya gile. Kalau parkir itu jarak antara satu mobil dan mobil yang lain amat sangat dekat. Tapi, supir2 di sana sungguh punya driving skill tingkat tinggi. Mereka gak butuh tukang parkir untuk markir atau ngeluarin mobil yang serba mepet kanan kiri, maju kena mundur kena. Saya selalu kagum kalau melihat cara mereka menyetir. Luar biasa.

- Little bit dangerous for woman, dalam artian, terutama kalau kamu foreigners, sangat tidak disarankan untuk pergi sendirian. Minimal ajak satu teman sama kamu. Yang saya perhatikan, pemuda2 di sana sering kongkow2 di jalanan. Naha kalau mereka liat cewek lewat, biasanya langsung disuit2, dipanggil2 (tentu aja pake bahasa sana). Itu yang kadang bikin kita gak nyaman. Mungkin karena cewek2 disana lebih banyak di rumah. Atau karena kita yang gak pakai full moslem dress. Kurang tau juga. Tadinya saya pikir kalau cuma disuit2 sih cuek aja, tapi ada cerita pengalaman teman yang pernah mengalami lebih dari itu. Jadi daripada bahaya, saya ngikutin aja anjuran untuk gak keluar sendiri.

- Most people there are lazy. Entah karena persaingan yang gak ketat atau pengaruh subsidi pemerintah. Yang pasti susah banget minta tolong di sana, even though it's actually their own duty. They always look for excuse to escape. Saya pikir ini terjadi cuma di kantor saya saja, tapi ternyata di kantor kakak saya (yang kebetulan juga punya cabang di Libya), they experienced the same thing. Saya ingat hari pertama saya datang ke camp, bawa koper super guede, gak ada satupun yang berinisiatif bantuin. Padahal saya datangnya gak sendiri, sama beberapa local people yang beberapa di antaranya juga sudah kenalan waktu nunggu pesawat. Satu lagi yang sebenarnya hampir mirip ma Indonesia, birokrasinya super lambat, mungkin ini pengaruh orang2nya yang pada malas.

- Presidennya super narsis. Gimana enggak, hampir di setiap belokan ada fotonya dia. Di kantor semua boss juga ada fotonya dia (heran tuh boss, knapa gak tarok foto diri sendiri aja ya? hehehe). Katanya sih itu kewajiban dari sananya. Di bandara kecil (transportasi dari dessert ke tripoli) fotonya pun juga harus ada. Saya yang tadinya gak tau, jadi hapal bener mukanya. Kaca mata itemnya itu yang suka gak nahan, hehehe.

Terlepas dari itu semua, Libya itu saya rasa cukup dekat hubungannya dengan Indonesia. They knew Soekarno, karena peranan beliau dalam KAA (GNB). Terus disana juga ada Jalan Bandung kalau gak salah. Orang Indonesia banyak yang do business di sana, Medco misalnya, atau beberapa perusahaan konstruksi. Pilot presiden di sana pun katanya orang Indonesia. Saya tau Indonesia juga menyewakan beberapa pesawat di sana karena saya pernah bertemu sendiri dengan pramugarinya.

Jadi, menurut saya, Indonesia seharusnya dengan tegas menyuarakan sikapnya. Kita suka mengirimkan pasukan Garuda kemana-mana, kenapa gak keliatan sikap kita sekarang terhadap Libya. Tinggal bilang kita mengecam sikap sekutu aja kan bisa. Ingat, kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa. Libya doesn't need outsider to solve their own problem. Gak perlu sekutu2 sok turun tangan dengan dalih menyelamatkan warga sipil dari pemerintahan Khadafi. Toh buktinya, korban sama2 jatuh dari yang pro maupun kontra Khadafi. Saya malah suspicious, karena yang menyerang negara2 pemegang hak veto yang gak banyak punya sumber minyak. Buktinya Rusia gak ikut2an tuh.

Sekutu sebenarnya bisa menunjukkan sikap dengan cara yang lebih elegan. Embargo misalnya. Secara juga sekarang demo dimana2, ekonomi Libya cukup jadi susah. Kalau ditambah embargo pasti tambah susah. Diharapkan presidennya terus akan menyerah dan akhirnya mundur. Negara2 dunia pun harus terus menyuarakan pendapatnya. Tapi gak usah pake angkat senjata.

Tentara sekutu yang dikirim ke sana pun sama menderitanya. Kalau mereka katakanlah meninggal disana, mereka bukan meninggal membela bangsanya. Because this is not war between Libya and western. This suppossed to be internal conflict. Sama seperti saat Indonesia berusaha menurunkan Soeharto. Korban jiwa pun pernah ada (ingat tragedi Trisakti). Soeharto pun pernah resist untuk mundur. Tapi toh akhirnya, kita berhasil melalui krisis ini. Gak perlu campur tangan pihak asing. Malah saat mereka campur tangan yang ada malah jadi lebih buruk, ingat kasusu Timor2 yang akhirnya malah lepas.

Saya juga punya kenangan manis di sana. Libya juga sebenarnya a peace country kok, terlepas dari situasi itu secara natural atau dipaksa terjadi. Banyak juga orang-orang baik di sana, termasuk teman2 seprofesi. In whatever way, saya berharap konflik Libya maupun negara lainnya cepat selesai. Sahabat kita sang anak menteng seharusnya masih ingat kata2nya saat pidato pelantikan, I will make moslem country as friend. Buktikan. Lets make this world a peace place. Say no to war!

Tuesday, March 15, 2011

Pilih-pilih Reksadana

Beberapa waktu lalu, saya iseng buka website salah satu perusahan sekuritas dan ngebandingin produk ReksaDana-nya. Kebetulan salah satu produknya saya punya, jadi awalnya cuma mu liat-liat grafik trendnya aja sekalian nyari2 produk RD lainnya karena kebetulan saya berniat buka yang lain. Saya cerita sedikit di sini yah, tentang ReksaDana sama hasil reviewnya. Tapi sebelumnya mohon diingat, yang review itu cuma saya tanpa bantuan expert lain, dan hanya berdasarkan FactSheet yang ada di website. Jadi kalau agak subjektif ya mohon maaf.
Before we go too far, beberapa teman pernah bertanya mengenai apa sebetulnya reksadana.

Kalau boleh pakai bahasa saya, reksadana itu adalah portofolio yang dibentuk dari beberapa produk investasi. Produk investasi ini bisa dalam bentuk saham, obligasi, pasar uang, dan lain-lain.

Produk reksadana bermacam-macam. Ada yang disebut reksadana saham, ini berarti sebagian besar portofolionya (>80%) dibentuk oleh saham, reksadana campuran yang merupakan campuran saham dan obligasi, reksadana pendapatan tetap yang sebagian besar dibentuk oleh obligasi baik korporat maupun pemerintah.

Dalam reksadana, ada yang disebut sebagai Manajer Investasi (MI). Si MI ini yang nantinya akan memilih produk2 pembentuk portofolio dan mengelolanya.
Sebagai contoh, reksadana saham, manajer investasi akan memilih saham-saham apa saja yang akan dimasukkan ke dalam portofolio reksadana tersebut, misalnya katakanlah saham pembentuknya adalah saham Telkom, Astra, BCA, de el el. Berapa persentase tiap saham yang nentuin juga si MI itu, berdasarkan perhitungan dia tentu saja. Kapan saham itu dibeli atau dijual, juga dia yang mengelola. Nah, nanti si portofolio reksadana ini akan membentuk harga sendiri, biasanya merupakan rata-rata tertimbang (rataan berdasarkan proporsi) dari harga saham pembentuknya. Harga reksadana ini yang kita, pembeli produk reksadana amati, terus tentukan mau beli atau jual. Of course, basic rulenya, beli saat harga lagi murah dan jual saat harga lagi mahal.

Sebenarnya, kita juga bisa bikin produk reksadana sendiri, dalam artian membentuk portofolio sendiri. Tinggal pilih aja saham-saham yang menurut kita kuat secara fundamental dan teknikal, running program untuk menghitung portofolio optimal, terus beli deh saham-saham dengan proporsi sesuai perhitungan kita tadi. Cuma, berarti, kita mesti itung-itung sendiri return dan risk dari portofolio yang kita punya, kapan mesti jual atau beli per saham yang kita punya. Kalau di reksadana, udah ada orang yang ngitung2 itu semua untuk kita, nentuin produk2 pembentuknya maupun proporsinya. Kita cuma tinggal mantau kapan beli dan jual produk reksadananya atau tipe mana yang mau kita beli. Less work to do deh, apalagi buat orang-orang yang belum ngerti banget analisa saham. Selain itu kalau kita beli saham secara langsung biasanya juga lebih mahal. Secara kalau beli saham itu harus minimal 1 lot atau 500 lbr. Jadi kalau mau beli saham Astra aja misalnya, paling gak mesti punya 25 jt. Kalau di Reksadana, yang beli kan perusahaan sekuritasnya, jadi waktu jatuh ke konsumer reksadana belum tentu genap satu lot.

Kenapa harus dalam bentuk portofolio? Tentu saja untuk meminimalisir resiko. Katakanlah kita punya saham Astra (ASII) sama Unilever (UNVR), masing-masing proporsinya 50% sehingga total portofolio kita 100jt. Liat aja kemarin, waktu gempa Jepang, harga saham Astra terjun bebas. Katakanlah dalam waktu satu hari penurunannya 1% (bow inget, itu 1 hari, kalau terjadi terus menerus dalam satu tahun dia bisa turun 360%. Mati gak tuh kita?). Unilever, untungnya tidak terlalu banyak terpengaruh sama gempa Jepang dan harganya malah naik katakanlah 1%. Maka, nilai saham Astra kita menjadi 49,5jt sementara Unilever menjadi 50,5jt. Maka total portofolio kita jadinya tetap 100 juta. Coba kalau kita beli Astra doang, yang ada kita rugi kan? Apalagi kalau di hari itu lagi BU banget, terpaksa jual di harga lebih rendah dari waktu beli. Haduh! Makanya, dari dulu orang selalu bilang, don't put all of your eggs in one basket. Kalo satu keranjang jatuh dan telurnya pecah semua, masih ada keranjang lain yang isinya telur. Makanya beli reksadana sebenarnya resikonya lebih kecil daripada beli satu saham aja. Kecuali kalau kita mau bikin protofolio saham sendiri, silakan aja nanti dibandingkan dengan produk reksadana sejenis dengan portofolio yang kita buat, mana yang lebih superior. Baru putusin mana yang lebih worth it, bikin sendiri, apa beli reksadana.

Dari segitu banyaknya produk reksadana, cara milihnya gimana? Semuanya tergantung dari seberapa jauh kita mampu menerima resiko. Kalau kita risk averse, artinya ogah terima resiko, cari yang aman aja deh, reksadana pendapatan tetap misalnya. Tapi tentu saja, tingkat keuntungannya akan lebih kecil dari yang resikonya besar. Sebagai contoh, di perusahaan sekuritas yang saya sedang banding-bandingkan produk reksadananya, reksadana sahamnya ngasih return sampai 23%, reksadana campuran sekitar 15%, sementara reksadana pendapatan tetapnya 10% per tahun. Jangan gelap mata dulu, liat juga resikonya. In worst month, reksadana saham bisa turun same -38%, reksadana campuran -28% sementara reksadana pendapatan tetap bisa turun sampe -12%.
Reksadana pendapatan tetap juga bisa rugi, lohh, meski resikonya lebih rendah dibanding produk lainnya. Ini karena produk pembentuknya bukan hanya obligasi pemerintah tapi juga obligasi perusahaan (surat hutang yang dikeluarkan sama perusahaan), sehingga masih ada kemungkinan gagal bayar. Memang, pada prinsipnya, MI akan bener2 selektif dalam memilih produk obligasi mana yg dipilih. But still, shit may happen, right? Belum lagi nilai obligasi itu berubah terbalik dengan perubahan suku bunga. Jadi saat suku bunga baru naik seperti sekarang, harga obligasi lagi turun. Yang berarti nilai returnya negatif.

Biasanya, sebelum kita milih produk reksadana yang mau dibeli, kita akan dikasih kuesioner untuk mengetahui risk appetite kita dan produk reksadana mana yang cocok dengan kita. Nah, ikutin aja deh hasil kuesionernya, yang penting jujur waktu ngejawabnya. Kalau saya sendiri, karena kebetulan waktu beli masih kerja dan single, hasilnya menunjukkan saya cocok ke RD Campuran. Itu juga yang sekarang saya punya. Kebetulan saya buka akun di dua tempat dan hasil kuesionernya konsisten.

Jadi, sebelum memutuskan untuk beli produk reksadana, kenali dulu diri kita sendiri. Terus, sempatkan juga cek prospektus dan fact sheet masing-masing tipe reksadana, liat performanya gimana. Biasanya yang saya liat sih return tahunan, karena investasi saya lebih ke jangka panjang. Liat juga dalam worst month, dia bisa jatuh sampai berapa jauh. Atau kalau gak mau pusing, liat aja peak naik turun di grafik harga reksadananya.

Oh ya, Reksadana sama Danareksa itu beda loh. Kalau reksadana itu nama produk, Danareksa itu nama perusahaan sekuritas milik pemerintah. Danareksa juga memiliki produk reksadana.
Beli reksadana bisa dimana-mana. Bank-bank besar biasanya juga menyediakan produk ini, walau gak semuanya keluaran bank tersebut. Biasanya mereka cuma jadi perantara aja. Nilai nominal minimalnya saya lupa, kalau gak salah di bawah 5 jt, CMIIW.
Khawatir masalah halal haram? Kalau itu saya gak bisa guarantee. Tapi, beberapa produk reksadana juga ada yang Syariah kok. Dalam artian, produk pembentuknya bukan saham atau obligasi perusahaan yang non-syariah. Jadi, misalnya obligasi pemerintah, yang masuk itu SUKRI, bukan ORI. Ato saham perusahaan rokok, finansial, de el el, udah pasti gak dimasukkin ke saham2 pembentuk reksadana campuran atau saham. Performanya sih lebih kurang aja sama yang non syariah, tapi, i must confess, ada beberapa yang lebih rendah daripada non-syariah. Jadi itu mah pilihan, silakan aja.

Reksadana itu jenisnya liquid, dalam artian bisa diuangin kapan aja. Jadi gak usah khawatir. Cuma, timing memang sangat menentukan dalam nentuin kapan beli dan jual.

Jadi, apa reksadana menguntungkan? Kalau kita risk averse misalnya, beli reksadana pendapatan tetap saja bisa dapat return yang lebih tinggi dari deposito ato beli obligasi pemerintah (SUKRI003 kmaren kalo gak salah bunganya 8,15% per tahun belum masuk pajak), dan sedikit lebih tinggi daripada investasi logam mulia. Tapi ya resikonya juga lebih tinggi daripada beli SUKRI, deposito, atau logam mulia. Life is a choice, isn't it?

Bukan sembarang make up artist and wedding photographer

Waktu nikahan sepupu kemarin, keluarga pada dandan semua. Ya iyalah, secara akan dipajang di depan jadi penerima tamu, pagar ayu, de el el, penampilan jadi penting kan?
Nah, ceritanya, ada seorang sepupu yang nyeletuk, "Sanggulnya agak berat nih. Gak kaya waktu nikahan mba Ririn* dulu." Well, saya jadi terinspirasi, buat nyeritain make up artist sama hair do saya waktu nikah dulu. Oh iya, FYI, saya nikah November 2009 dulu. Tapi vendornya masih pada eksis kok.
Yang make up saya namanya Mbak Sofia Baktir. Orangnya cantik, ramah, dan baik hati. Menurut dia, dia sebenarnya pertama kali belajar make up otodidak aja, tapi hasilnya luar biasa banget. Saya pertama kali tau tentang Sofia Makeup lewat internet, trus ngecek2 ke websitenya juga, sama nyari review-review tentang dia di internet. Puas sama apa yang saya liat, akhirnya saya mutusin untuk langsung ke rumahnya. Waktu itu saya pede aja, gak janjian dulu. Kebetulan mau sekalian liat Fish Photo yang alamatnya juga sama. Selidik punya selidik, ternyata yang punya Fish Photo itu suaminya mbak Sofia, mas Arwan.
Waktu ke rumahnya, awalnya liat portofolio Fish, hasil make up dan hair do mbak Sofia, sama ngobrol-ngobrol aja sama mbak Sofia. Pelan-pelan jadi tertarik apalagi waktu tahu harganya yang bersahabat banget, dan hasilnya keren-keren gitu. Akhirnya setelah puas survey kemana-mana, kami putuskan untuk memakai jasa Sofia Makeup dan Fish Photography. Kedua vendor ini juga dengan baik hati memberi banyak diskon dan bonus. Pelayanannya pun excellent dan tepat waktu.
Kebetulan make up keluarga dan panitia juga dihandle sama teamnya mbak Sofia. Selain karena hasilnya yang sama memuaskannya, harganya juga sangat ramah bagi saya. Sepupu sama para penerima tamu keliatan puas banget dan tampil beda dengan sentuhan teamnya mbak Sofia. Sampai sekarang, setelah beberapa kali dimakeup sama sanggul sama beberapa salon lain, saudara dan kakak-adik saya juga tetep ngerasa lebih OK salon waktu saya nikahan dulu. sayangnya, lokasi salon ma rumah mbak Sofia ini sungguh jauh dari tempat saya, jadi gak bisa setiap acara bela-belain nyalon disana. Jadi sejak nikahan dulu, belum pernah lagi kesana.
Riasan sama sanggul saya waktu itu modern, gak pake paes macem-macem, ato mahkota aneh-aneh. Maklum, gaya resepsi saya lebih ke nasional modern. Mbak Sofia pun sebenarnya bisa kok yang tradisional-tradisional gitu. Kalau liat di blognya, ada juga kok pengantin yang pake paes ato mahkota adat, but mostly emang sanggul modern. Model foto di blognya dibuat before dan after gitu, jadi keliatan banget gimana manglinginya. Foto saya juga ada loh di situ, hehe. Waktu saya dulu, yang nyanggul awalnya salah satu teamnya mbak Sofia. Cuma sanggul dasar aja. Trus diperbaiki sama hiasannya juga mbak Sofia yang ngasih.
Saya gak pake test make up segala. Cuma foto prewed saya yang handle Fish Photo dan make upnya juga mbak Sofia. Saya pilih indoor karena waktu itu terbentur faktor waktu. Soalnya waktu itu saya masih kerja di luar Jakarta dan agak susah nyocokin jadwalnya sama hunny dan para vendor. Saya terkesan banget sama cara kerja mbak Sofia yang super cepet. Gaya rambut yang dia buat juga lucu-lucu banget. Hasil fotonya juga bagus dan lucu. Sejak itu makin yakin kerjasama dengan vendor ini.
Fish Photography juga gak ngecewain. Hasil fotonya bagus-bagus, dan desain albumnya keren. Belum lagi di video ada sessi wawancara sama teman-teman dekat dan keluarga, jadi kita ketawa-ketawa waktu nonton videonya. Mereka juga dengan suka hati ngasih semua hasil jepretan, dan semuanya salam kualitas baik, meskipun tidak tercantum dalam album. Jadi gak ada moment yang ilang.
Singkat kata, bener-bener gak nyesel deh kerjasama dengan kedua vendor ini. Kalau gak percaya, silakan cek hasil foto, make up dan hair do saya dan keluarga waktu nikahan saya, langsung di Flickr saya yah :) Thank you yah, Sofia Make Up, Fish Photo and teams.


*: Ririn itu salah satu nama panggilan saya, hehe.

Gold, is it really worth?

Pertama kali saya beli emas, itu waktu nemenin pacar (sekarang suami ;p) ke AnTam beli mas kawin. Waktu itu, iseng-iseng saya ikut beli emas batangan buat saya sendiri, buat disimpen aja.

Saya pribadi sebenarnya gak suka pake perhiasan emas. Dulu waktu kecil pernah pake anting emas, tapi sejak remaja sudah saya copot, ganti sama anting perak. Waktu kecil juga, setiap lebaran, nyokap selalu makein kalung ma gelang emas ke anak-anaknya. Ga gede sih ukurannya, tipis aja, biar keliatan agak cling aja kali ya, tradisi keluarga nyokap. Soalnya sepupu gw juga diperlakukan sama ma emaknya. Tapi, sejak kejadian saya diculik orang gila di Pasar Baru, Bandung (see, my life is sooooo adventurous ;p), gak lagi-lagi deh pake emas. Waktu itu saya masih SD dan hari ke-2 lebaran, saya lagi mengunjungi keluarga nenek di Pasar Baru. Walau belum tentu juga sih, saya diculik karena perhiasan. Sampai sekarang pun, perhiasan emas yang saya punya, cuma hadiah dari mertua waktu seserahan dulu, cincin nikah (emas putih), sama mungkin aksesori waktu jaman saya SD dulu yang entah dimana keberadaannya sekarang (mungkin sama nyokap, tapi saya gak pernah cek).

OK, di post sebelumnya saya lagi nyari2 alternatif investasi pengganti deposito. Salah satu pilihan saya, adalah investasi emas. Pertanyaannya sekarang, apa benar investasi emas itu worth it?

Secara umum, harga emas memang dari tahun ke tahun selalu naik. Cuma, kenaikannya berapa persen, itu yang jadi pertanyaan.

Sebagai contoh, harga emas batangan 1 gram pada 15 Maret 2010 ituh Rp 370.500 per gram. Sedangkan untung tipe yang sama pada 15 Maret 2011 itu Rp 453.000 per gram. Jadi kenaikannya kurang lebih 22% dalam waktu satu tahun.
Apa selalu seperti itu? Belum tentu. Harga emas sekarang kan lagi naik, makanya persentasi kenaikan harganya keliatan besar banget. Tapi kalau hasil pengamatan saya secara kasar (yang belum bisa dipertanggungjawabkan, hehehe), rata-rata kenaikan harga 10% sih tembus aja.
Let say, average kenaikannya bisa 15%. Secara teori, berarti bagus karena nilainya di atas inflasi. Berarti investasi itu menguntungkan.

Apa iya menguntungkan? Ingat, emas itu harus dijual kembali untuk menghasilkan uang. Dan sebagaimana barang lainnya, namanya barang dijual lagi nilainya pasti lebih rendah dari harga belinya. Bukan, bukan harga beli waktu kita beli, tapi harga beli waktu kita jual. Kalau peneliatian saya gak salah, harga jual biasanya 5% lebih rendah dari harga beli kala itu. Di toko-toko emas juga biasanya pake prosentase yang sama, bisa lebih tinggi malah. Maklum, mereka kan juga mau untung.

So, let's do the math.

Katakanlah waktu kita beli harga emas ituh 300 rebu rupiah per gram. Asumsi harga emas setaun kedepan naik 15%, maka harganya menjadi 345 rebu rupiah segram. Dengan harga jual yang 5% lebih rendah, berarti kalau tahun itu kita berencana jual emas, harganya menjadi Rp 327.750. Sooooo, keuntungan yang kita dapatkan adalah 9,25%. Dengan asumsi inflasi masih di bawah 7%, investasi dalam emas lebih OK kan?

Kekurangannya, kita mesti putar otak untuk menyimpan emas secara aman. Kalau ditaro di safety box di bank, mungkin ada tambahan charge (mungkin loh, saya gak tau). Ditaro di rumah, masih ada kemungkinan hilang. Dan kalau hilang, kita gak bisa melakukan apapun untuk memproteksi seperti halnya kalau bukti deposito ilang dimana kita mungkin masih bisa ngurus-ngurus sama bank yang bersangkutan.

Harga emas juga bisa turun loh. Karena hukum supply and demand selalu berlaku. Biasanya ini terjadi kalau kita membandingkan bulan ke bulan atau hari ke hari. Kalau tahun ke tahun, secara umum sih selalu naik. Makanya lebih baik kalau mau investasi emas itu untuk jangka panjang. Biar nendang berasa beda harganya. Terus, kalau kita beli emas batangan, biasanya ada option berapa gram per batang (1 gr, 5gr, 10 gr, dst). Nah biasanya semakin berat batangnya, semakin murah harga per gramnya. Jadi lebih menguntungkan bagi kita. Investasi emas dalam bentuk perhiasan juga bisa, tapi mesti bisa ngerawatnya, apalagi kalau dipake, biar harga jualnya gak terlalu jatuh.

Saya lagi mencoba disiplin top up gold investment saya. Terutama mengingat di masa depan, pengeluaran akan semakin menggila, terutama sesudah ada 'buntut' nantinya. Apalagi emas kan termasuk non-renewable resources, jadi di masa datang pasti supply akan semakin berkurang sehingga harganya akan menggila. Kalau saya belinya nanti-nanti, the price will go up and up and up, sampai saya gak mampu lagi membelinya. Bahkan katanya, after 2015, mungkin akan tembus level 1 juta. So, kalau mau invest emas sedini mungkin deh.

Kalau saya? Well, kayanya 50% dana alihan deposito akan saya invest di sini. Saya belum berani beli banyak-banyak. Belum punya tempat penyimpanan yang aman soalnya :)

Berpaling dari Deposito

Belakangan saya sedang berpikir untuk memindahkan sebagian dana dari deposito ke bentuk investasi lain seperti Logam Mulia, Reksadana, atau Saham. Soalnya, saya perhatikan, sejak Menteri Keuangan favorit saya tidak lagi menjabat, kecil kemungkinan inflasi akan turun lagi. Inflasi di 2010 kemarin saja sudah 6,96% (Data BPS), sampai BI harus mengibarkan bendera putih dan akhirnya menaikkan suku bunga. Sedangkan suku bunga deposito di bank-bank besar biasanya gak sampe 6%. Saya gak pernah mau pilih bank abal-abal walau nawarin suku bunga tinggi. Tar kasus pula, nangis darah deh saya.

Saya pribadi, sebenarnya hanya punya deposito di bank syariah. Memang sih sistemnya bukan fixed rate tapi bagi hasil. Hanya, kalau diitung-itung, rata-rata bunganya itu 5,5% per tahun. Nah loh, di bawah inflasi juga kan?

Kenapa sih saya concern banget tentang inflasi? Memakai bahasa awam, inflasi itu menunjukkan penurunan daya beli uang terhadap barang. Jadi gampangnya, kalau dulu beli permen kita 1000 dapat 8, sekarang cuma dapat 4 (harga di kantin kampus saya). Jadi si uang itu mengalami penurunan daya beli. Karena nilai mata uang yang makin menurun dari tahun ke tahun itu, perlu ada sesuatu untuk mengkompensasi jadi kita gak tekor-tekor amat, apalagi kalau nominal penghasilan kita gak nambah-nambah.

Untuk inflasi 6,96% berarti secara umum harga naik 6,96% dari tahun sebelumnya. Jadi kalau tahun kemaren harga barang A itu 100jt, sekarang jadi 107jt (korupsi dikit, hehehe). Katakanlah, taun kemaren kita ngumpulin uang sedikit-sedikit untuk beli barang A, trus kita depositoin di bank yang ngasih bunga atau bagi hasil kurang lebih 5,5% per tahun. Tahun berikutnya, uang kita jadi 105,5 jt. Tapi tetep gak nutup untuk beli barang A yang udah naik jadi 107jt. Rugi kan? Udah nabung-nabung, rela-rela gak beli apa-apa, eh gak kebeli juga tuh barang A.

Maka, idealnya, bunga deposito itu setidaknya sama atau kalo gak malah di atas tingkat inflasi. Kalau enggak, secara itung-itungan kita sebenarnya rugi. Lucky kalau bisa nemu bank yang berani ngasih bunga di atas itu. Tapi ya itu tadi, dari pengalaman saya survey ke bank-bank syariah dan bank-bank besar lainnya, belum ada tuh yang bunganya tembus 6%. Akhirnya, mau gak mau saya putuskan untuk berpaling dari deposito. For the sake of better future :)
Tapiiiiiiii, deposito sebenarnya juga gak terlalu rugi. Karena deposito itu, tipe investasi yang bebas resiko. Jadi kita gak usah takut sama resiko default (gagal bayar) dari bank (kecuali kalau jumlahnya di atas nominal yang sanggup dijamin LPS, atau banknya tepu berat ;p) atau nilai pengembalian yang lebih kecil dari nilai pokok sebagaimana resiko pada investasi saham, reksadana, atau obligasi korporat. Makanya saya belum berencana untuk memindahkan 100% asset di deposito saya ke bentuk investasi lainnya. Apalagi di situasi saya yang masih jobless kaya gini, masih ada kemungkinan sewaktu-waktu saya lagi BU (butuh uang). Kebetulan juga gak semua deposito saya dipatok di tenor satu tahun, ada juga yang satu bulan aja kok. Sementara kalau reksadana atau saham, kalau di bulan saya BU lagi pas ada krisis global semacam 2008, kan belum tentu dalam waktu sebulan sudah bisa recover. Yang ada saya malah mungkin rugi karena harus menarik dana yang nilainya sudah menjadi lebih kecil dari nilai pokok.

Well, high risk high gain, low risk low gain. Just give it a thought, keadaan keuangan sekarang sama rencana pengeluaran di masa depan.

Pertanyaan besar berikutnya? Dari deposito mau pindah kemana? Soal itu, dibahas di postingan berikutnya ya... :)

Friday, March 11, 2011

Ngutip

The ex who dated again will break up for same reason.

We don't love because of trust but we trust because we love.

--from the Cyrano Agency

Thursday, March 10, 2011

Me and Public Speaking

Ceritanya saya ditodong untuk ikut lomba Public Speaking di kampus.
Awalnya saya iyakan karena menurut si penodong konsep lombanya seperti saat finalis Puteri Indonesia. Jadi kita dikasih topik yang dipilih atau diambil secara acak, terus dikasih waktu maksimal 3 menit untuk bercerita atau menjawab pertanyaan yang sudah dipilih tadi. Lah kalau emang gitu kan praktis saya cukup modal diri sama dandan aja dateng ke lomba. Que sera sera aja, tar dapet topiknya apa, mikir deh di tempat. Paling beberapa hari sebelum lomba baca2 berita di internet aja.
Tapi ternyata, modelnya gak gitu. Topik emang acak, tapi sudah bisa kita pilih/ambil kira2 4-5 hari sebelum Hari-H. Waktunya juga 10 menit maksimal dan boleh pake power point. Belum lagi aspek yang dinilai ternyata super komplit, termasuk how to attract your audiences. Haduh, ini dia nih yang saya paling 'gak bisa. Yang saya rasakan, kalau saya lagi presentasi, audiences memperhatikannya gitu-gitu aja. Karena saya juga bukan orang yang komedikal ato humoris ato apalah istilahnya, jarang banget ada acara ketawa-ketawa pas saya presentasi. Datar aja gituh. Serius. Itu kekurangan saya yang paling mendasar. Kalau eye contact, gesture, intonasi, power, itu sih gak terlalu bermasalah.
Yang ada sekarang saya bingung. Emang sih akan ada training session sebelum lomba. But i don't think those ability is something that you can build in 3 days. Hedeh, whatever will be, will be deh :)

Wednesday, March 09, 2011

Quote

Quote of the day:
"Yang pejabat kan orang tuanya, bukan anaknya"

Artinya:
Sirik tanda tak mampu. Saya sirik karena emang gak mampu. Orang tua saya kan bukan pejabat :)

--gaknyambungdotcom--

Complaint

So you think it's only you who can complain?
I have the same right, even more.
I'm the one who pay and you are the one being paid.
So shut up your mouth and do your job!
Show your dignity!
Shame on you!

-i've never been being this rude :(-

Thursday, March 03, 2011

Bored

Kasih saya kerjaan
Yang bergaji
tinggi
plis
Bosaaaaaaannnnnn

Saturday, January 29, 2011

Di Batas Mimpi

Malam sunyi tak jua mengerti
Kala rinduku tak kunjung menepi
Menanti matahari fajar berganti

Di malam ini ku sendiri
Tanpa dirimu kasih
Namun di dalam mimpi-mimpi
Kau kan mengisi hari-hariku
Ku kan slalu setia menanti

Terdengar ku berdo’a
Demi cintaku

Bila ku dengar suara hati
Tiada satu yang pasti
Walau di batas mimpi-mimpi
Kau kan kembali
Dalam hatiku sampai batas waktu menanti

by: Andien

Friday, January 21, 2011

Tuesday, January 18, 2011

Guess where I was


Love this place, but the road to get there ;p

There!

Kata unny,"Pake akal bukan okol"
--okol mnurut dia somehow brarti otot. Don't ask--
Well, if you have one*

*: dari berbagai sumber
Lagi ngeliat berita tentang Alangkah Lucunya Negeri Ini**

**: Lagi-lagi dari berbagai sumber :)