Tuesday, March 15, 2011

Pilih-pilih Reksadana

Beberapa waktu lalu, saya iseng buka website salah satu perusahan sekuritas dan ngebandingin produk ReksaDana-nya. Kebetulan salah satu produknya saya punya, jadi awalnya cuma mu liat-liat grafik trendnya aja sekalian nyari2 produk RD lainnya karena kebetulan saya berniat buka yang lain. Saya cerita sedikit di sini yah, tentang ReksaDana sama hasil reviewnya. Tapi sebelumnya mohon diingat, yang review itu cuma saya tanpa bantuan expert lain, dan hanya berdasarkan FactSheet yang ada di website. Jadi kalau agak subjektif ya mohon maaf.
Before we go too far, beberapa teman pernah bertanya mengenai apa sebetulnya reksadana.

Kalau boleh pakai bahasa saya, reksadana itu adalah portofolio yang dibentuk dari beberapa produk investasi. Produk investasi ini bisa dalam bentuk saham, obligasi, pasar uang, dan lain-lain.

Produk reksadana bermacam-macam. Ada yang disebut reksadana saham, ini berarti sebagian besar portofolionya (>80%) dibentuk oleh saham, reksadana campuran yang merupakan campuran saham dan obligasi, reksadana pendapatan tetap yang sebagian besar dibentuk oleh obligasi baik korporat maupun pemerintah.

Dalam reksadana, ada yang disebut sebagai Manajer Investasi (MI). Si MI ini yang nantinya akan memilih produk2 pembentuk portofolio dan mengelolanya.
Sebagai contoh, reksadana saham, manajer investasi akan memilih saham-saham apa saja yang akan dimasukkan ke dalam portofolio reksadana tersebut, misalnya katakanlah saham pembentuknya adalah saham Telkom, Astra, BCA, de el el. Berapa persentase tiap saham yang nentuin juga si MI itu, berdasarkan perhitungan dia tentu saja. Kapan saham itu dibeli atau dijual, juga dia yang mengelola. Nah, nanti si portofolio reksadana ini akan membentuk harga sendiri, biasanya merupakan rata-rata tertimbang (rataan berdasarkan proporsi) dari harga saham pembentuknya. Harga reksadana ini yang kita, pembeli produk reksadana amati, terus tentukan mau beli atau jual. Of course, basic rulenya, beli saat harga lagi murah dan jual saat harga lagi mahal.

Sebenarnya, kita juga bisa bikin produk reksadana sendiri, dalam artian membentuk portofolio sendiri. Tinggal pilih aja saham-saham yang menurut kita kuat secara fundamental dan teknikal, running program untuk menghitung portofolio optimal, terus beli deh saham-saham dengan proporsi sesuai perhitungan kita tadi. Cuma, berarti, kita mesti itung-itung sendiri return dan risk dari portofolio yang kita punya, kapan mesti jual atau beli per saham yang kita punya. Kalau di reksadana, udah ada orang yang ngitung2 itu semua untuk kita, nentuin produk2 pembentuknya maupun proporsinya. Kita cuma tinggal mantau kapan beli dan jual produk reksadananya atau tipe mana yang mau kita beli. Less work to do deh, apalagi buat orang-orang yang belum ngerti banget analisa saham. Selain itu kalau kita beli saham secara langsung biasanya juga lebih mahal. Secara kalau beli saham itu harus minimal 1 lot atau 500 lbr. Jadi kalau mau beli saham Astra aja misalnya, paling gak mesti punya 25 jt. Kalau di Reksadana, yang beli kan perusahaan sekuritasnya, jadi waktu jatuh ke konsumer reksadana belum tentu genap satu lot.

Kenapa harus dalam bentuk portofolio? Tentu saja untuk meminimalisir resiko. Katakanlah kita punya saham Astra (ASII) sama Unilever (UNVR), masing-masing proporsinya 50% sehingga total portofolio kita 100jt. Liat aja kemarin, waktu gempa Jepang, harga saham Astra terjun bebas. Katakanlah dalam waktu satu hari penurunannya 1% (bow inget, itu 1 hari, kalau terjadi terus menerus dalam satu tahun dia bisa turun 360%. Mati gak tuh kita?). Unilever, untungnya tidak terlalu banyak terpengaruh sama gempa Jepang dan harganya malah naik katakanlah 1%. Maka, nilai saham Astra kita menjadi 49,5jt sementara Unilever menjadi 50,5jt. Maka total portofolio kita jadinya tetap 100 juta. Coba kalau kita beli Astra doang, yang ada kita rugi kan? Apalagi kalau di hari itu lagi BU banget, terpaksa jual di harga lebih rendah dari waktu beli. Haduh! Makanya, dari dulu orang selalu bilang, don't put all of your eggs in one basket. Kalo satu keranjang jatuh dan telurnya pecah semua, masih ada keranjang lain yang isinya telur. Makanya beli reksadana sebenarnya resikonya lebih kecil daripada beli satu saham aja. Kecuali kalau kita mau bikin protofolio saham sendiri, silakan aja nanti dibandingkan dengan produk reksadana sejenis dengan portofolio yang kita buat, mana yang lebih superior. Baru putusin mana yang lebih worth it, bikin sendiri, apa beli reksadana.

Dari segitu banyaknya produk reksadana, cara milihnya gimana? Semuanya tergantung dari seberapa jauh kita mampu menerima resiko. Kalau kita risk averse, artinya ogah terima resiko, cari yang aman aja deh, reksadana pendapatan tetap misalnya. Tapi tentu saja, tingkat keuntungannya akan lebih kecil dari yang resikonya besar. Sebagai contoh, di perusahaan sekuritas yang saya sedang banding-bandingkan produk reksadananya, reksadana sahamnya ngasih return sampai 23%, reksadana campuran sekitar 15%, sementara reksadana pendapatan tetapnya 10% per tahun. Jangan gelap mata dulu, liat juga resikonya. In worst month, reksadana saham bisa turun same -38%, reksadana campuran -28% sementara reksadana pendapatan tetap bisa turun sampe -12%.
Reksadana pendapatan tetap juga bisa rugi, lohh, meski resikonya lebih rendah dibanding produk lainnya. Ini karena produk pembentuknya bukan hanya obligasi pemerintah tapi juga obligasi perusahaan (surat hutang yang dikeluarkan sama perusahaan), sehingga masih ada kemungkinan gagal bayar. Memang, pada prinsipnya, MI akan bener2 selektif dalam memilih produk obligasi mana yg dipilih. But still, shit may happen, right? Belum lagi nilai obligasi itu berubah terbalik dengan perubahan suku bunga. Jadi saat suku bunga baru naik seperti sekarang, harga obligasi lagi turun. Yang berarti nilai returnya negatif.

Biasanya, sebelum kita milih produk reksadana yang mau dibeli, kita akan dikasih kuesioner untuk mengetahui risk appetite kita dan produk reksadana mana yang cocok dengan kita. Nah, ikutin aja deh hasil kuesionernya, yang penting jujur waktu ngejawabnya. Kalau saya sendiri, karena kebetulan waktu beli masih kerja dan single, hasilnya menunjukkan saya cocok ke RD Campuran. Itu juga yang sekarang saya punya. Kebetulan saya buka akun di dua tempat dan hasil kuesionernya konsisten.

Jadi, sebelum memutuskan untuk beli produk reksadana, kenali dulu diri kita sendiri. Terus, sempatkan juga cek prospektus dan fact sheet masing-masing tipe reksadana, liat performanya gimana. Biasanya yang saya liat sih return tahunan, karena investasi saya lebih ke jangka panjang. Liat juga dalam worst month, dia bisa jatuh sampai berapa jauh. Atau kalau gak mau pusing, liat aja peak naik turun di grafik harga reksadananya.

Oh ya, Reksadana sama Danareksa itu beda loh. Kalau reksadana itu nama produk, Danareksa itu nama perusahaan sekuritas milik pemerintah. Danareksa juga memiliki produk reksadana.
Beli reksadana bisa dimana-mana. Bank-bank besar biasanya juga menyediakan produk ini, walau gak semuanya keluaran bank tersebut. Biasanya mereka cuma jadi perantara aja. Nilai nominal minimalnya saya lupa, kalau gak salah di bawah 5 jt, CMIIW.
Khawatir masalah halal haram? Kalau itu saya gak bisa guarantee. Tapi, beberapa produk reksadana juga ada yang Syariah kok. Dalam artian, produk pembentuknya bukan saham atau obligasi perusahaan yang non-syariah. Jadi, misalnya obligasi pemerintah, yang masuk itu SUKRI, bukan ORI. Ato saham perusahaan rokok, finansial, de el el, udah pasti gak dimasukkin ke saham2 pembentuk reksadana campuran atau saham. Performanya sih lebih kurang aja sama yang non syariah, tapi, i must confess, ada beberapa yang lebih rendah daripada non-syariah. Jadi itu mah pilihan, silakan aja.

Reksadana itu jenisnya liquid, dalam artian bisa diuangin kapan aja. Jadi gak usah khawatir. Cuma, timing memang sangat menentukan dalam nentuin kapan beli dan jual.

Jadi, apa reksadana menguntungkan? Kalau kita risk averse misalnya, beli reksadana pendapatan tetap saja bisa dapat return yang lebih tinggi dari deposito ato beli obligasi pemerintah (SUKRI003 kmaren kalo gak salah bunganya 8,15% per tahun belum masuk pajak), dan sedikit lebih tinggi daripada investasi logam mulia. Tapi ya resikonya juga lebih tinggi daripada beli SUKRI, deposito, atau logam mulia. Life is a choice, isn't it?

2 comments:

name said...

untung2an berarti ya, cari yg pasti2 aja deh. biar g nyrempet2 judi

usaha warung pecel lele atau beli sawah terus ditanemi padi atau yg lainnya

borsalino said...

bila kita jual reksadana pada hari ini pukul 10:00 WIB, maka harga jualnya adalah harga hari ini atau T+3 ? atau yg dimaksud T+3 itu adalah dana yg akan dikredit ke rekening kita ?