Sunday, June 22, 2014

Orang asing aja tau

I was so proud when my boss, not an Indonesian and don't nor ever living in Indonesia, said this, "So, Rina, who do you support as the president for 2014? I like the tall and slim one (sorry Pak, hehehe). What is his name? The current Governor of Jakarta? He looks so genuine and so down to earth. I saw some news about the way he works too, very promising.."

Finally, it is no more about how difficult is doing business in Indonesia, or so much corruption, or difficulty in getting good people there. One more positive thing (other than how beauty the country is or high happiness index in Indonesia) was associated with us. We still have some hope....

Ps: Mimpi gue 'ga muluk-muluk. Cuma pengen punya presiden yang bisa memungkinkan gw ke kantor jalan kaki tanpa baju nyampe kantor jadi bau karena polusi :)

Friday, June 13, 2014

Lesson from my father

Waktu nonton Mata Najwa episode Menatap Indonesia, komentar dari Wakil Ketua KPK, Bambang Widjajanto, membuat saya teringat pada Papah. Komentarnya begini, "Fundamental pemberasan korupsi seharusnya dimulai dari rumah / keluarga"

Let me tell you about my Father.

Ayah saya adalah tipikal orang batak banget: tegas, cenderung galak, kadang nyeremin. Sewaktu kecil dulu, kalau beliau jadi penceramah di shalat tarawih, jamaah akan hening, karena kalau tidak, bisa kena semprot (ibarat SBY yang marahin menterinya kalau ngomong sendiri waktu sidang kabinet). Ibu saya pernah cerita, beberapa kali jadi olokan temannya karena ayah saya, yang semasa kuliah adalah asisten dosen, terkenal killer dan tidak ragu memarahi kelas sebelah kalau terlampau berisik kala beliau sedang mengajar.
Ayah saya Insinyur sipil, tapi boleh diadu pengetahuannya di bidang apa saja karena kesukaanya membaca buku. Waktu SD, Ayah saya beberapa kali menjadi guru tamu di sekolah saya, untuk topik EQ. Semua murid biasanya tobat kalau beliau yang ngajar karena tidak ada yang dapat nilai sempurna di tesnya. Untung beliau hanya mengajar Kelas 6, dan kala itu saya masih kelas 5. Tahun berikutnya beliau tidak lagi mengajar, karena kesibukan dan menghindari tuduhan nepotisme kali ya :p
Ayah saya kelahiran tahun 1950. Di usianya yang sudah lebih dari cukup untuk pensiun, beliau masih bekerja. Kadang saya merasa bersalah, karena harusnya giliran saya yang menafkahi beliau. Di masa karyanya, beberapa kali beliau harus bekerja di luar Jakarta, luar Jawa, bahkan mungkin di luar negeri untuk menafkahi kami. Mungkin itu juga sebabnya Adik saya cenderung lebih dekat dengan beliau, karena sesudah Adik saya lahir, beliau lebih banyak bekerja di Jakarta.
Ayah saya merintis karirnya dari awal: pegawai lapangan, insinyur, sampai kini menduduki puncak jabatan. Saya beberapa kali melihat beliau harus berganti pekerjaan ketika perusahaan tidak lagi sejalan dengan idealisnya. Ada pula masa di mana keluarga kami mengalami cobaan secara ekonomi, namun beliau tetap berpegang pada pendiriannya. Di mata saya sosoknya tidak pernah berubah. Ayah saya dulu dan sekarang, sama kepribadiannya.
Ayah saya boleh dibilang turut andil menopang ekonomi keluarga (adik-adiknya) sejak beliau masih muda. Namun semua dilakukannya dengan senang, dan sekuat tenaga beliau mencoba untuk bisa membantu. Saya selalu bangga kalau mendengar cerita kakek saya dahulu tentang usaha ayah saya menjaga kebahagiann keluarga. Sikap ini sebenarnya ditunjukkan tidak hanya untuk keluarga, tapi juga teman-temannya. Ada suatu masa dulu saat saya membantu beliau di kantornya, saya menjadi saksi mata kala beliau menyumbangkan hampir setengah gajinya kepada bawahannya yang tertimpa musibah, padahal keluarga kami juga sedang membutuhkan. Rasanya saya waktu itu ingin teriak, "Jangan semuanya, Pah".
Ayah saya adalah role model saya. Jika kesuksesan diukur dari pengabdian seseorang kepada masyarakat, beliau adalah contoh nyata. Di lingkungan manapun kami tinggal, beliau selalu jadi "tokoh" karena kemauannya turun tangan. Kehidupan sosialnya juga tidak pernah timpang, dikenal baik dan disegani para tetangga. Selalu menjaga silaturahmi dengan keluarga dan relasi, dan dihormati bawahannya. Sejauh pengamatan saya, dalam menjalankan kewajibannya kepada Sang Pencipta pun tanpa cela. Di kesibukannya, beliau tetap mampu menjaga keseimbangan hablu minannas dan hablu minAllah. Sesuatu yang saya rasa belum mampu saya kuasai hingga kini.
Ayah saya mengajar anak-anaknya lewat sikap, contoh, dan tauladan. Tidak banyak dengan kata. Beliau menunjukkan bagaimana prinsip harus dipegang teguh, agama adalah modal utama untuk hidup, dan menjaga silaturahmi adalah harus. Kebahagiaan di dunia penting, namun bukan segalanya. Keseimbangan harus tetap dijaga.

You must live as a noble man, katanya. Jika tiba saatnya nanti kau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu di akhirat, tidak ada yang bisa membantu selain amalanmu

I miss you, Dad! A lot :)




Monday, June 09, 2014

What am i to you

Hey, Hun..
What am i to you?
Am i the camera which capture all your moments
Or the purse which is hard for you to live without it but sometimes you unconsciously left it
Perhaps the coffee that you like really much and addicted to it, until the point you get dizzy if not drinking it

But you know what
For me you are my eye glasses
Which help me to see the world clearly
It is not that i can not see without it
It just often my eyes give me blur picture
First thing i look for once i wake up
The older i will be, the more i need it

Whatever the answer is
I love you..





Thursday, June 05, 2014

Crossroads

I used to be a decisive person, and i think i still am
I do not let people decide things for myself
Even though its a decision i might regret one day, as long as it is from me, i go with it
I do talk with other people, especially those who mean the world to me, but only to get their support. It won't change my believe though..
Yes, i might be quite stubborn in that sense

So i was in the crossroads lately
I have to decide what i want to do after my assignment here
Stay in the department where i already familiar with
Or do something new which could be riskier for my career, but actually thing that i really want to learn and do
I was brave at first
Whatever the risk, i take it. Whatever the challenge, i face it
But then people start calling me crazy to choose that option
They doubt i can survive there
Suggested me doing something else
So then i started shaking..
And running away
And chose the safest option i know
I put aside my dream for a while, the future that I've picture so well

Then there is this wise man
A person that his word and action inspires me always
Telling me his story
And say one thing, "There is no pattern in our life. You can not predict your future trend. Yes you can plan, you can make your best effort, but you will never know the outcome. We do what we can do now, and we tackle the future later. Stop thinking too much"
And another thing which felt like he slapped me,"If you afraid of taking the risk, then move away. I don't set up people for failing. How come you dream a success if you don't want to take the risk. Behind a great position, there is always a great risk"

So i wake up. Reflecting. What i want to do. What i want to learn. How i picture myself in the future. What job that makes me stay passionate.
So i decide to be honest to myself. I will do what i want to do. I dare to dream big, say it loud, go for it, and make it happen. I will just do as i normally do: my best.

Come what may. I am unstoppable.

Quoting my friend: You only need to choose the job. This is not about death or life. Just make up your mind and do what you think bring you closer to your dream. And if the thing does not work out, you always can choose again. Turning back, straight ahead, or take another turn.

And when the crossroad come again, i hope i already understand myself better...