They said a good manager should be able to take decision, even the hardest decision. Ada kalanya keputusan yang kita ambil berdampak sangat positif namun ada kalanya keputusan itu diambil di masa sangat sulit layaknya buah simalakama. Apapun itu, selalu ada seseorang yang harus berani duduk di kursi panas dan melakukan tugas berat itu.
Sri Mulyani adalah contoh yang nyata. Mantan Menteri Keuangan RI ini pernah berada pada posisi terjepit saat akhirnya mengambil keputusan mem-bail out Century pada 2008 lalu. Jika Century tidak diselamatkan saat itu, ada kemungkinan terjadi krisis seperti tahun 1997 dahulu. Boleh-boleh saja para pejabat yang terhormat di DPR berkoar-koar mengatakan buktinya tidak terjadi krisis seperti yang ditakuti. Namun harus diingat, tidak ada akibat tanpa sebab. Hal tersebut adalah akibat dan sebabnya adalah karena Century sudah di selamatkan, sehingga tidak berefek ke bank lainnya.
Konsekuensinya sungguh berat bagi beliau. Beliau terdepak dari jabatannya sebagai MenKeu yang padahal she did it very well in that position. Inflasi turun sangat rendah (bagaimana dengan sekarang ini dengan Menteri yang lain? You just dream!). Apa beliau korupsi atau mengambil keuntungan dari posisi beliau saat itu? Saya kira tidak. Itu hanyalah suatu kebijakan, keputusan, yang memang kala itu situasinya sangat sulit.
Bedakan dengan para koruptor di Indonesia. Beberapa menteri atau pejabat atau birokrat Indonesia pernah terlibat kasus ini. Itu juga suatu bentuk keputusan. But, they took advantage in those situation. There is a significant different.
Saya teringat salah satu topik kuliah saya mengenai penilaian investasi pada perusahaan misalnya saat membeli mesin baru. Adalah hal lumrah, bahwa pada tahun-tahun awal, CFnya bernilai negatif. Bagi income perusahaan mungkin juga akan terlihat berkurang karena depresiasi yang besar. Namun kalau kita lihat di msa datang, pembelian mesin ini mungkin akan menaikkan efisiensi pada perusahaan sehingga production cost berkurang dan operating income menjadi lebih besar. Terutama kalau pada saat pembelian mesin murni 100% untuk perusahaan dan manajer sama sekali tidak mengambil keuntungan pribadi (contoh: kongkalikong dengan supplier).
Ini yang saya rasa kadang negara ini lupa. Ada kalanya keputusan itu efeknya tidak kita rasakan secara instan tetapi di masa datang. Kalau para BOD atau pemegang saham di perusahaan tersebut hanya melihat short term, investasi pembelian mesin tidak akan pernah terjadi dan perusahaan akan terus ketinggalan secara teknologi hingga tidak mampu lagi bersaing dengan kompetitornya. Selama keputusan yang diambil bukan atas pertimbangan kepentingan pribadi dan mengikuti prosedur yang berlaku, saya rasa itu wajar.
It is not easy to take decision, sometimes. Saya harap Anda dapat mengerti.
No comments:
Post a Comment